Nama: Hikmah
Jurusan: Arkeologi
Nim : F61113009
kamis 16 maret 2015
ARTIKEL
Peranan Arkeologi Dalam Pembangunan Peradaban Bangsa
Arkeologi sangat berperan dalam
pembangunan atau penguatan karakter bangsa, karena dasar-dasar dari karakter
itu bertumbuh di masa lampau, sebagai nilai-nilai kehidupan yang diturunkan
dari satu ke lain generasi. Dengan demikian membangun bangsa yang berkarakter
atau yang berkepribadian kuat tidak cukup dari perspektif kekinian, tetapi yang
lebih mendasar, dari perspektif arkeologi lewat penelusuran nilai-nilai budaya
yang mewarnai perjalanan kehidupan yang sangat panjang di Nusantara.
Dilihat dari wujud kebudayaan,
nilai-nilai itu ada pada budaya material dan ada pula pada sistem budaya dan
sistem sosial. Jika nilai yang tergolong pertama kasat mata pada tinggalan,
nilai-nilai yang kedua dan ketiga tidak kasat mata karena sifatnya yang
abstrak. Rekaman arkeologi memperlihatkan nilai-nilai abstrak itu antara lain
berupa: kekayaan alam pikir dan wawasan pengetahuan, kemampuan adaptasi dan
kearifan lingkungan, keuletan, keunggulan, keberanian, cita rasa keindahan,
kebersamaan / gotong-royong, keterbukaan dan kesiapan merespons dan mengolah
pengaruh asing. Di atas semuanya itu, diversitas lingkungan tropis yang sangat
tinggi dan diversitas intensitas pengaruh luar, menciptakan karakter-karakter
yang paling mendasar dan yang menjadi ciri kenusantaraan kita di sepanjang
jaman – kebhinnekaan yang termanifestasikan dalam tampilan fisik manusianya
(pluralisme), serta dalam budayanya (multikulturalisme).
Revitalisasi nilai-nilai itu untuk
dipadukan dengan nilai-nilai inovasi dan serapan budaya modern menjadi sangat
mendasar, sehingga seharusnya menjadi misi besar kita dalam membangun bangsa
yang kepribadian khas dan kuat. Penciptaan kondisi ini akan membuat budaya kita
tidak mudah tergerus pengaruh negatif dari luar, tetapi dengan cerdik menyaring
dan menyerap unsur-unsur positif bagi kemajuan bangsa. Di sinilah salah satu
peran strategis arkeologi untuk kebangsaan: menggali dan mengaktualisasikan
nilai-nilai masa lampau dalam membangun bangsa yang berkarakter – bangsa yang
berperadaban Indonesia, di masa kini dan masa datang.
arkeologi memiliki keterkaitan
dengan pembangunan karakter bangsa, bahkan sangat berperan dalam
pembangunannya. Mengapa? Karena arkeologi berhubungan dengan kehidupan masa
lampau, sementara karakter kebangsaan sekarang bukanlah ucuk-ucuk terbentuk,
melainkan hasil proses pergulatan panjang di masa lampau. Karakter itu telah
berakar panjang ke masa silam, oleh sebab itu pembangunannya mau tidak mau
harus berangkat dari karakter-karakter kenusantaraan yang diciptakan oleh
manusia-manusia pendahulu kita. Disinilah peran strategis arkeologi (dan
ilmu-ilmu terkait tentunya) dalam membangun dan menguatkan karakter bangsa.
Ilmu ini harus berada di jajaran terdepan dalam menggali dan mensosialisasikan
nilai-nilai budaya itu untuk kemudian direvitalisasikan dalam kehidupan
berbangsa.
Bumi nusantara
kita, khususnya Jawa, telah renta dalam memfasilitasi kehidupan manusia dengan
kebutuhan yang mengikutinya. Setidaknya manusia pertama – manusia purba Homo
erectus – telah mendiami Jawa di sekitar 1,5 juta tahun yang lalu atau mungkin
di sekitar 1,6 juta tahun yang lalu (Larick et al. 2001; Simanjuntak et al.
2010). (Bandingkan dengan hunian Amerika yang sangat muda dengan kehadiran
manusia pertama di sekitar 14 ribu atau sedikit lebih tua lagi (Dixon, 2006)
dan Australia di sekitar 50-60 ribu tahun yang lalu (Roberts et al. 1990).
Ketersediaan sumberdaya lingkungan dan kemampuan beradaptasi telah menjadikan spesies
ini hidup berkelanjutan, hingga mengalami kepunahan kemungkinan di sekitar 100
ribu tahun yang lalu atau mungkin lebih tua lagi (Simanjuntak, 2009). Hunian
Nusantara tidak berhenti setelah kepunahan erectus, tetapi berlanjut lewat
kedatangan manusia modern awal (early modern human) ke Nusantara di sekitar
awal paruh kedua Plestosen Atas. Manusia sapiens tertua ini bertahan hingga
akhir Jaman Es pada awal Holosen, untuk kemudian berevolusi ke ras
Australomelanesia yang mendiami sebagian besar kepulauan di sekitar paruh
pertama Holosen (Jacob, 1967).
Peristiwa yang
sangat penting dalam sejarah hunian Nusantara terjadi di sekitar empat ribu
tahun yang lalu, ketika pendatang baru: Penutur Austronesia yang bercirikan Ras
Mongoloid Selatan, memasuki Nusantara. Seperti para pendahulunya, mereka inipun
mampu mengadaptasikan diri pada lingkungan kepulauan yang beragam, hingga dalam
perkembangannya menurunkan etnisitas-etnisitas asli Indonesia sekarang. Uraian
panjang sejarah hunian ini ingin mengatakan, bahwa kehidupan di Nusantara telah
sarat dengan nilai-nilai budaya yang sudah barang tentu mengalami
perubahan-perubahan seiring dengan perkembangan jaman. Nilai-nilai yang
berkembang di suatu masa dapat tereliminasi oleh serapan nilai-nilai baru atau
oleh proses evolusi lokal. Nilai-nilai kenusantaraan di masa lalu itulah yang
perlu digali dan direvitalisasikan untuk membangun kepribadian bangsa yang
kuat.
Penting
digarisbawahi bahwa nilai-nilai itu dapat ditemukan pada ketiga wujud budaya
(Koentjaraningrat 1986), yakni pada gagasan (sistem budaya), perilaku (sistem
sosial), dan produk perilaku (budaya material). Dua yang disebut pertama tidak
terlihat eksklusif pada tinggalan, sementara nilai yang ketiga tampak kasat
mata dalam tinggalan. Nilai budaya material tidak akan dibahas di sini. Sekedar
mengingatkan, J.L.A. Brandes (1889) pernah mengemukakan 10 budaya khas
masyarakat Nusantara sebelum menerima pengaruh Hindu. Budaya yang sebagian
besar termasuk budaya material itu mencakup wayang, gamelan, membatik, teknologi
logam, mata uang, pelayaran, astronomi, irigasi, dan pemerintahan yang teratur.
Rekaman arkeologi
sejauh ini memperlihatkan beberapa nilai-nilai yang termasuk dalam sistem
budaya dan sistem sosial manusia-manusia Nusantara (setidaknya sebagai
interpretasi awal)
- kekayaan alam pikir, menyangkut
dunia transendental atau khayalan yang tersirat dalam mitos dan legenda,
seni cadas, sistem-sistem penguburan, bangunan megalitik, dll;
- wawasan pengetahuan, khususnya
tentang lingkungan dan sumberdaya yang tergambar pada pemilihan batuan
kersikan untuk peralatan, penentuan lokasi bangunan candi yang sesuai
dengan konsepsi Hindu, dll;
- kearifan lingkungan yang tampak
pada kemampuan adaptasi manusia-manusia nusantara (Homo erectus, manusia
modern awal, Auatralomelanesia, Mongoloid) terhadap perubahan-perubahan
lingkungan di masa lampau, serta kemampuan adaptasi pada sumberdaya
lingkungan hingga menciptakan jenis-jenis peralatan khas;
- keuletan, ketangguhan, dan
keberanian yang tampak pada kemampuan erectus mencapai Jawa dan kemudian
Flores, penutur Austronesia yang merambah berbagai pelosok nusantara;
- cita rasa keindahan yang tampak
pada berbagai lukisan cadas, benda-benda perhiasan sejak awal Holosen
hingga sekarang;
- sifat kebersamaan/ gotong royong,
seperti pada pendirian bangunan megalitik, candi, dll;
- keterbukaan dan kesiapan menerima
pengaruh luar, seperti pada awal kedatangan Penutur Austronesia di
kepulauan, penyerapan teknologi metalurgi pada masa protosejarah;
- kebhinnekaan yang tampak dalam
pluralisme dan multikulturalisme kenusantaraan di sepanjang sejarah
kehidupan.
Keseluruhan nilai-nilai budaya masa lampau di atas seyogyanya
menjadi bagian dari karakter keindonesiaan sekarang. Karakter itu akan semakin
kaya lagi jika dilengkapi dengan nilai-nilai kehidupan masa lampau yang belum
teridentifikasi dan nilai-nilai inovasi serta serapan budaya modern. Dengan
mempraktekkan kesemuanya dalam kehidupan berbangsa, Indonesia niscaya tampil
sebagai bangsa yang betul-betul berkepribadian khas, yang membedakannya dari
bangsa-bangsa lain di dunia. Perjalanan ke arah ini sangat mendasar dan
seharusnya menjadi misi besar kita untuk menciptakan negara dan bangsa yang
kuat, yang berlandaskan karakter kenusantaraan (ingenuity characters). Di
sinilah pentingnya pembangunan dan penguatan kepribadian bangsa agar tidak
terlindas arus globalisasi sekarang, tetapi dengan cerdik menyaring dan
mengolahnya untuk kemajuan budaya sendiri tanpa kehilangan keindonesiaannya. (http://iaaipusat.wordpress.com/2012/03/16/arkeologi-dan-pembangunan-karakter-bangsa/)
Indonesia adalah Negara multikultural,
baik penduduk maupun sumber daya alamnya. Konsep multikulturalisme ini menjadi
sangat penting karena manusia hidup dalam kelompok, hal ini cenderung atau
terikat oleh kebudayaan dari lingkungan asalnya.
Secara etimologis, konsep
multikultural mengacu pada suatu tatanan masyarakat yang di dalamnya terdapat
berbagai unsur masyarakat dengan cirri budaya yang beragam.
Masyarakat multicultural adalah
masyarakat yang mengakui dan melindungi keragaman budaya yang selalu dan tidak
semata-mata berdasarkan keragaman etnis.
Yang ditekankan dalam multicultural adalah pemahaman dan upaya untuk
terus menerus hidup dalam konteks perbedaan social budaya, baik secara
individual maupun kelompok.
Arkeologi adalah salah satu ilmu
yang ikut melestarikan kebudayaan manusia yang telah terlupakan. Arkeologi
berperan penting dalam melindungi budaya-budaya manusia masa lampau.
Dalam era globalisasi ini,
pengembangan tehnologi sangat pesat, hal ini mempengaruhi segalanya. Jika hal
ini terus dibiarkan maka manusia akan bergantung pada tehnologi, manusia tidak
akan memiliki usaha untuk mempertahankan hidupnya. Tehnologi juga akan
mempengaruhi sifat manusia yaitu malas. Perkembangan tehnologi juga
mempengaruhi pertambahan transportasi (motor, mobil dll), ini akan menyebabkan
macet, pencemaran udara dan manusia akan mudah bermasalah dalam hal ini
kesehatan.
Disamping pengembangan tehnologi
yang makin maju, pembangunan juga akan terus bertambah baik perumahan, ruko, gedung-gedung yang
menjulang tinggi yang akan menambah jumlah kepadatan penduduk, lahan semakin
sempit serta angka ketergantungan akan semakin tinggi, serta pabrik-pabrik yang
dapat menyebabkan polusi/pencemaran udara.
Dari uraian masalah diatas akan
menyebabkan pemikirin manusia terhadap lingkungan semakin menipis. Jika ini
terjadi maka kebudayaan juga akan sulit tercipta. Budaya dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar manusia. Disinilah peranan arkeologi dibutuhkan sebagai agen
pelindung kebudayaan manusia yang mungkin akan terlupakan seiring berjalannya
waktu.
Ada beberapa
tujuan mempelajari arkeologi yaitu:
1.
Mempelajari situs-situs dan isinya dalam
konteks waktu dan ruang, untuk memperoleh berbagai deskripsi terhadap
urutan-urutan kebudayaan manusia yang panjang. Kegiatan pendeskripsian ini
untuk merekonstruksi sejarah budaya.
2.
Menyusun kembali cara-cara hidup masa lampau
3.
Mempelajari proses kebudayaan (trigger, 1978)
4.
Pemahaman terhadap rekaman arkeologi, termasuk
situs-situs, artefak-artefak, sisa-sisa makanan, dan lain-lain, mana yang
sejaman dunia kita, yang dipelajari sebagai bagian dari itu (binford 1983)
(sumber:buku
pengantar arkeologi umum, IN THE BEGINNING: An introduction to archaeology
karya Brian M. Fagan 1985, diterjemahkan oleh: Iwan sumantri)
proses
kebudayaan ini selalu berperan penting dalam setiap tingkah laku yang kita
lakukan. Proses budaya merupakan titik terpenting dari masa lampau karena tanpa
proses kebudayaan suatu kehidupan yang pernah dilalui tidak akan bermakna
karena tidak meninggalkan kebudayaan. Dan mungkin proses budaya atau
kebiasaan-kebiasan yang kita lakukan saat ini akan menjadi sejarah beberapa
ribu tahun mendatang.
Mungkin dalam benak kita masih ada
sedikit keraguan, mengapa kita blajar arkeologi, secara singkat saya terangkan,
menurut saya sendiri, Kita perlu belajar arkeologi sebab arkeologi sangat
dibutuhkan oleh generasi kita kedepan. Coba kita bayangkan jika arkeologi itu
tidak ada, kita pasti akan sulit mengetahui tentang masa lampau, walaupun ada
ilmu lain yang belajar tentang masa lampau, namun mereka hanya berpatokan pada
teori yang ada tidak seperti arkeologi yang betul-betul terjun langsung ke
lapangan untuk membuktikan kebenaran sebuah sejarah. Dan apa jadinya jika
arkeologi terlupakan, mungkin generasi kita kedepan akan melupakan
sejarah-sejarah nenek moyang kita.
Maka dari itu arkeologi penting untuk
dipelajari agar peradaban masa lampau masih bias dinikmati oleh
generasi-generasi kita bertahun-tahun bahkan berjuta tahun ke depan.
Perkembangan arkeologi saat ini banyak
menyumbangkan pengetahuan yang luar biasa, sampai saat ini kita masih mampu
belajar dan melihat bukti-bukti nyata bahwa peradaban masa lampau itu
benar-benar pernah ada dan juga arkeologi sedikitnya bias mengatasi
masalah-masalah diatas yang telah saya uraikan.
Mahasiswa adalah remaja yang dikenal dikenal kritis dan
memiliki pergolakan emosi yang tinggi, dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan
pertumbuhan secara psikis yang bervariasi . pergolakan emosi yang terjadi pada
mahasiswa tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Mahasiswa yang identik
dengan lingkungan kampus sebagai tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut
untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang
dijalani dikampus tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka
mahasiswa biasanya meluapkan energinya kea rah yang negative (tawuran atau hal
lain dalam bentuk kekerasan).
Saat telah menjadi mahasiswa,
seseorang mulai menarik diri darilingkungan keluarga dan mengembangkan
kedekatan yang lebih intens dengan kelompok sebayanya. Demikian penting dan
berpengaruhnya kelompok sebaya, sehingga seringkali mahasiswa lebih
mempedulikan apa yang dikatakan maupun diperbuat kawan sebayanya, daripada
nasehat ataupun bimbingan orangtua. Dalam hal ini, nyaris tidak ada hal yang
takkan dilakukan oleh remaja agar bias diterimah dalam lingkungan pergaulan
kelompok sebayanya.
Disinilah sebenarnya mahasiswa menjadi
sangat rentan terhadap pengaruh negatif. Jika kelompok sebayanya terdiri atas
individu-individu yang berperilaku positif, tentunya tidak jadi masalah. Namun,
jika kelompok sebaya adalah kelompok yang gemar melakukan hal negative, maka
remaja akan sangat mudah terpengaruh untuk berperilaku serupa.
Untuk menghindari hal-hal ini,
mahasiswa diharapkan lebih banyak menyibukkan diri dengan hal-hal yang
berpengaruh positif karena mahasiswa adalah penerus bangsa ini dan arkeologi
membutuhkan mahasiswa yang akan melanjutkan untuk melestarikan kebudayaan.
Itulah bahasan yang dapat saya
berikan sebagai sumbangan pemikiran awal tentang pentingnya peranan arkeologi
dalam pembangunan karakter bangsa. Tentu saja bahasan ini masih memerlukan
pendalaman-pendalaman ke depan. Saya berharap pemaparan ini dapat mengingatkan
kita akan betapa pentingnya penggalian dan aktualisasi nilai-nilai itu untuk
kemudian ditanamkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kaitan
tersebut, saya melihat beberapa jalur strategis yang perlu ditempuh atau
ditingkatkan ke depan. Pertama, melakukan sosialisasi lewat berbagai bentuk
media ke masyarakat luas. Kedua, memasukkan nilai-nilai budaya masa lampau
dalam materi pendidikan karakter bangsa di semua tingkat pendidikan. Ketiga,
menjalankan kepemimpinan yang dijiwai nilai-nilai itu dalam mengelola
pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Dengan melakukan upaya-upaya tersebut di
semua lini, kita sudah berada di jalur pembangunan karakter Indonesia yang
sesungguhnya dan yang akan berujung pada kemajuan peradaban di masa kini dan di
masa datang.
Di sinilah peran strategis
arkeologi untuk kebangsaan: belajar dari masa lampau untuk memajukan bangsa
yang berkarakter. Arkeologi yang memulai, arkeologi pula yang seyogyanya terus
menyertai pembangunan karakter itu. Kondisi ini di satu pihak merupakan
tantangan besar bagi para arkeolog untuk dapat menggali nilai-nilai kehidupan
yang telah tergoreskan dalam sejarah kehidupan dan mensosialisasikannya kepada
semua lapisan masyarakat. Di pihak lain, peran strategis itu kiranya mendapat
perhatian yang semakin besar dari pemerintah dengan mendukung pengembangan
penelitian ke depan, agar dapat meningkatkan kontribusi bagi kepentingan
kebangsaan (ideologis), sebagaimana juga bagi kepentingan ilmu pengetahuan (akademis)
dan kepentingan masyarakat (ekonomis).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar