Rabu, 18 Maret 2015

peranan arkeologi dalam pembangunan bangsa

Nama: Hikmah
Jurusan: Arkeologi
Nim : F61113009
kamis 16 maret 2015
ARTIKEL
Peranan Arkeologi Dalam Pembangunan Peradaban Bangsa
Arkeologi sangat berperan dalam pembangunan atau penguatan karakter bangsa, karena dasar-dasar dari karakter itu bertumbuh di masa lampau, sebagai nilai-nilai kehidupan yang diturunkan dari satu ke lain generasi. Dengan demikian membangun bangsa yang berkarakter atau yang berkepribadian kuat tidak cukup dari perspektif kekinian, tetapi yang lebih mendasar, dari perspektif arkeologi lewat penelusuran nilai-nilai budaya yang mewarnai perjalanan kehidupan yang sangat panjang di Nusantara.
Dilihat dari wujud kebudayaan, nilai-nilai itu ada pada budaya material dan ada pula pada sistem budaya dan sistem sosial. Jika nilai yang tergolong pertama kasat mata pada tinggalan, nilai-nilai yang kedua dan ketiga tidak kasat mata karena sifatnya yang abstrak. Rekaman arkeologi memperlihatkan nilai-nilai abstrak itu antara lain berupa: kekayaan alam pikir dan wawasan pengetahuan, kemampuan adaptasi dan kearifan lingkungan, keuletan, keunggulan, keberanian, cita rasa keindahan, kebersamaan / gotong-royong, keterbukaan dan kesiapan merespons dan mengolah pengaruh asing. Di atas semuanya itu, diversitas lingkungan tropis yang sangat tinggi dan diversitas intensitas pengaruh luar, menciptakan karakter-karakter yang paling mendasar dan yang menjadi ciri kenusantaraan kita di sepanjang jaman – kebhinnekaan yang termanifestasikan dalam tampilan fisik manusianya (pluralisme), serta dalam budayanya (multikulturalisme).
Revitalisasi nilai-nilai itu untuk dipadukan dengan nilai-nilai inovasi dan serapan budaya modern menjadi sangat mendasar, sehingga seharusnya menjadi misi besar kita dalam membangun bangsa yang kepribadian khas dan kuat. Penciptaan kondisi ini akan membuat budaya kita tidak mudah tergerus pengaruh negatif dari luar, tetapi dengan cerdik menyaring dan menyerap unsur-unsur positif bagi kemajuan bangsa. Di sinilah salah satu peran strategis arkeologi untuk kebangsaan: menggali dan mengaktualisasikan nilai-nilai masa lampau dalam membangun bangsa yang berkarakter – bangsa yang berperadaban Indonesia, di masa kini dan masa datang.
arkeologi memiliki keterkaitan dengan pembangunan karakter bangsa, bahkan sangat berperan dalam pembangunannya. Mengapa? Karena arkeologi berhubungan dengan kehidupan masa lampau, sementara karakter kebangsaan sekarang bukanlah ucuk-ucuk terbentuk, melainkan hasil proses pergulatan panjang di masa lampau. Karakter itu telah berakar panjang ke masa silam, oleh sebab itu pembangunannya mau tidak mau harus berangkat dari karakter-karakter kenusantaraan yang diciptakan oleh manusia-manusia pendahulu kita. Disinilah peran strategis arkeologi (dan ilmu-ilmu terkait tentunya) dalam membangun dan menguatkan karakter bangsa. Ilmu ini harus berada di jajaran terdepan dalam menggali dan mensosialisasikan nilai-nilai budaya itu untuk kemudian direvitalisasikan dalam kehidupan berbangsa.
Bumi nusantara kita, khususnya Jawa, telah renta dalam memfasilitasi kehidupan manusia dengan kebutuhan yang mengikutinya. Setidaknya manusia pertama – manusia purba Homo erectus – telah mendiami Jawa di sekitar 1,5 juta tahun yang lalu atau mungkin di sekitar 1,6 juta tahun yang lalu (Larick et al. 2001; Simanjuntak et al. 2010). (Bandingkan dengan hunian Amerika yang sangat muda dengan kehadiran manusia pertama di sekitar 14 ribu atau sedikit lebih tua lagi (Dixon, 2006) dan Australia di sekitar 50-60 ribu tahun yang lalu (Roberts et al. 1990). Ketersediaan sumberdaya lingkungan dan kemampuan beradaptasi telah menjadikan spesies ini hidup berkelanjutan, hingga mengalami kepunahan kemungkinan di sekitar 100 ribu tahun yang lalu atau mungkin lebih tua lagi (Simanjuntak, 2009). Hunian Nusantara tidak berhenti setelah kepunahan erectus, tetapi berlanjut lewat kedatangan manusia modern awal (early modern human) ke Nusantara di sekitar awal paruh kedua Plestosen Atas. Manusia sapiens tertua ini bertahan hingga akhir Jaman Es pada awal Holosen, untuk kemudian berevolusi ke ras Australomelanesia yang mendiami sebagian besar kepulauan di sekitar paruh pertama Holosen (Jacob, 1967).
Peristiwa yang sangat penting dalam sejarah hunian Nusantara terjadi di sekitar empat ribu tahun yang lalu, ketika pendatang baru: Penutur Austronesia yang bercirikan Ras Mongoloid Selatan, memasuki Nusantara. Seperti para pendahulunya, mereka inipun mampu mengadaptasikan diri pada lingkungan kepulauan yang beragam, hingga dalam perkembangannya menurunkan etnisitas-etnisitas asli Indonesia sekarang. Uraian panjang sejarah hunian ini ingin mengatakan, bahwa kehidupan di Nusantara telah sarat dengan nilai-nilai budaya yang sudah barang tentu mengalami perubahan-perubahan seiring dengan perkembangan jaman. Nilai-nilai yang berkembang di suatu masa dapat tereliminasi oleh serapan nilai-nilai baru atau oleh proses evolusi lokal. Nilai-nilai kenusantaraan di masa lalu itulah yang perlu digali dan direvitalisasikan untuk membangun kepribadian bangsa yang kuat.
Penting digarisbawahi bahwa nilai-nilai itu dapat ditemukan pada ketiga wujud budaya (Koentjaraningrat 1986), yakni pada gagasan (sistem budaya), perilaku (sistem sosial), dan produk perilaku (budaya material). Dua yang disebut pertama tidak terlihat eksklusif pada tinggalan, sementara nilai yang ketiga tampak kasat mata dalam tinggalan. Nilai budaya material tidak akan dibahas di sini. Sekedar mengingatkan, J.L.A. Brandes (1889) pernah mengemukakan 10 budaya khas masyarakat Nusantara sebelum menerima pengaruh Hindu. Budaya yang sebagian besar termasuk budaya material itu mencakup wayang, gamelan, membatik, teknologi logam, mata uang, pelayaran, astronomi, irigasi, dan pemerintahan yang teratur.
Rekaman arkeologi sejauh ini memperlihatkan beberapa nilai-nilai yang termasuk dalam sistem budaya dan sistem sosial manusia-manusia Nusantara (setidaknya sebagai interpretasi awal)
  1. kekayaan alam pikir, menyangkut dunia transendental atau khayalan yang tersirat dalam mitos dan legenda, seni cadas, sistem-sistem penguburan, bangunan megalitik, dll;
  2. wawasan pengetahuan, khususnya tentang lingkungan dan sumberdaya yang tergambar pada pemilihan batuan kersikan untuk peralatan, penentuan lokasi bangunan candi yang sesuai dengan konsepsi Hindu, dll;
  3. kearifan lingkungan yang tampak pada kemampuan adaptasi manusia-manusia nusantara (Homo erectus, manusia modern awal, Auatralomelanesia, Mongoloid) terhadap perubahan-perubahan lingkungan di masa lampau, serta kemampuan adaptasi pada sumberdaya lingkungan hingga menciptakan jenis-jenis peralatan khas;
  4. keuletan, ketangguhan, dan keberanian yang tampak pada kemampuan erectus mencapai Jawa dan kemudian Flores, penutur Austronesia yang merambah berbagai pelosok nusantara;
  5. cita rasa keindahan yang tampak pada berbagai lukisan cadas, benda-benda perhiasan sejak awal Holosen hingga sekarang;
  6. sifat kebersamaan/ gotong royong, seperti pada pendirian bangunan megalitik, candi, dll;
  7. keterbukaan dan kesiapan menerima pengaruh luar, seperti pada awal kedatangan Penutur Austronesia di kepulauan, penyerapan teknologi metalurgi pada masa protosejarah;
  8. kebhinnekaan yang tampak dalam pluralisme dan multikulturalisme kenusantaraan di sepanjang sejarah kehidupan.

Keseluruhan nilai-nilai budaya masa lampau di atas seyogyanya menjadi bagian dari karakter keindonesiaan sekarang. Karakter itu akan semakin kaya lagi jika dilengkapi dengan nilai-nilai kehidupan masa lampau yang belum teridentifikasi dan nilai-nilai inovasi serta serapan budaya modern. Dengan mempraktekkan kesemuanya dalam kehidupan berbangsa, Indonesia niscaya tampil sebagai bangsa yang betul-betul berkepribadian khas, yang membedakannya dari bangsa-bangsa lain di dunia. Perjalanan ke arah ini sangat mendasar dan seharusnya menjadi misi besar kita untuk menciptakan negara dan bangsa yang kuat, yang berlandaskan karakter kenusantaraan (ingenuity characters). Di sinilah pentingnya pembangunan dan penguatan kepribadian bangsa agar tidak terlindas arus globalisasi sekarang, tetapi dengan cerdik menyaring dan mengolahnya untuk kemajuan budaya sendiri tanpa kehilangan keindonesiaannya. (http://iaaipusat.wordpress.com/2012/03/16/arkeologi-dan-pembangunan-karakter-bangsa/)
Indonesia adalah Negara multikultural, baik penduduk maupun sumber daya alamnya. Konsep multikulturalisme ini menjadi sangat penting karena manusia hidup dalam kelompok, hal ini cenderung atau terikat oleh kebudayaan dari lingkungan asalnya.
Secara etimologis, konsep multikultural mengacu pada suatu tatanan masyarakat yang di dalamnya terdapat berbagai unsur masyarakat dengan cirri budaya yang beragam.
Masyarakat multicultural adalah masyarakat yang mengakui dan melindungi keragaman budaya yang selalu dan tidak semata-mata berdasarkan keragaman etnis.  Yang ditekankan dalam multicultural adalah pemahaman dan upaya untuk terus menerus hidup dalam konteks perbedaan social budaya, baik secara individual maupun kelompok.
Arkeologi adalah salah satu ilmu yang ikut melestarikan kebudayaan manusia yang telah terlupakan. Arkeologi berperan penting dalam melindungi budaya-budaya manusia masa lampau.
Dalam era globalisasi ini, pengembangan tehnologi sangat pesat, hal ini mempengaruhi segalanya. Jika hal ini terus dibiarkan maka manusia akan bergantung pada tehnologi, manusia tidak akan memiliki usaha untuk mempertahankan hidupnya. Tehnologi juga akan mempengaruhi sifat manusia yaitu malas. Perkembangan tehnologi juga mempengaruhi pertambahan transportasi (motor, mobil dll), ini akan menyebabkan macet, pencemaran udara dan manusia akan mudah bermasalah dalam hal ini kesehatan.
Disamping pengembangan tehnologi yang makin maju, pembangunan juga akan terus bertambah  baik perumahan, ruko, gedung-gedung yang menjulang tinggi yang akan menambah jumlah kepadatan penduduk, lahan semakin sempit serta angka ketergantungan akan semakin tinggi, serta pabrik-pabrik yang dapat menyebabkan polusi/pencemaran udara.
Dari uraian masalah diatas akan menyebabkan pemikirin manusia terhadap lingkungan semakin menipis. Jika ini terjadi maka kebudayaan juga akan sulit tercipta. Budaya dipengaruhi oleh lingkungan sekitar manusia. Disinilah peranan arkeologi dibutuhkan sebagai agen pelindung kebudayaan manusia yang mungkin akan terlupakan seiring berjalannya waktu.
Ada beberapa tujuan mempelajari arkeologi yaitu:
1.      Mempelajari situs-situs dan isinya dalam konteks waktu dan ruang, untuk memperoleh berbagai deskripsi terhadap urutan-urutan kebudayaan manusia yang panjang. Kegiatan pendeskripsian ini untuk merekonstruksi sejarah budaya.
2.      Menyusun kembali cara-cara hidup masa lampau
3.      Mempelajari proses kebudayaan (trigger, 1978)
4.      Pemahaman terhadap rekaman arkeologi, termasuk situs-situs, artefak-artefak, sisa-sisa makanan, dan lain-lain, mana yang sejaman dunia kita, yang dipelajari sebagai bagian dari itu (binford 1983)
(sumber:buku pengantar arkeologi umum, IN THE BEGINNING: An introduction to archaeology karya Brian M. Fagan 1985, diterjemahkan oleh: Iwan sumantri)
proses kebudayaan ini selalu berperan penting dalam setiap tingkah laku yang kita lakukan. Proses budaya merupakan titik terpenting dari masa lampau karena tanpa proses kebudayaan suatu kehidupan yang pernah dilalui tidak akan bermakna karena tidak meninggalkan kebudayaan. Dan mungkin proses budaya atau kebiasaan-kebiasan yang kita lakukan saat ini akan menjadi sejarah beberapa ribu tahun mendatang.
Mungkin dalam benak kita masih ada sedikit keraguan, mengapa kita blajar arkeologi, secara singkat saya terangkan, menurut saya sendiri, Kita perlu belajar arkeologi sebab arkeologi sangat dibutuhkan oleh generasi kita kedepan. Coba kita bayangkan jika arkeologi itu tidak ada, kita pasti akan sulit mengetahui tentang masa lampau, walaupun ada ilmu lain yang belajar tentang masa lampau, namun mereka hanya berpatokan pada teori yang ada tidak seperti arkeologi yang betul-betul terjun langsung ke lapangan untuk membuktikan kebenaran sebuah sejarah. Dan apa jadinya jika arkeologi terlupakan, mungkin generasi kita kedepan akan melupakan sejarah-sejarah nenek moyang kita.
Maka dari itu arkeologi penting untuk dipelajari agar peradaban masa lampau masih bias dinikmati oleh generasi-generasi kita bertahun-tahun bahkan berjuta tahun ke depan.
Perkembangan arkeologi saat ini banyak menyumbangkan pengetahuan yang luar biasa, sampai saat ini kita masih mampu belajar dan melihat bukti-bukti nyata bahwa peradaban masa lampau itu benar-benar pernah ada dan juga arkeologi sedikitnya bias mengatasi masalah-masalah diatas yang telah saya uraikan.
Mahasiswa adalah  remaja yang dikenal dikenal kritis dan memiliki pergolakan emosi yang tinggi, dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi . pergolakan emosi yang terjadi pada mahasiswa tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Mahasiswa yang identik dengan lingkungan kampus sebagai tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani dikampus tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka mahasiswa biasanya meluapkan energinya kea rah yang negative (tawuran atau hal lain dalam bentuk kekerasan).
Saat telah menjadi mahasiswa, seseorang mulai menarik diri darilingkungan keluarga dan mengembangkan kedekatan yang lebih intens dengan kelompok sebayanya. Demikian penting dan berpengaruhnya kelompok sebaya, sehingga seringkali mahasiswa lebih mempedulikan apa yang dikatakan maupun diperbuat kawan sebayanya, daripada nasehat ataupun bimbingan orangtua. Dalam hal ini, nyaris tidak ada hal yang takkan dilakukan oleh remaja agar bias diterimah dalam lingkungan pergaulan kelompok sebayanya.
Disinilah sebenarnya mahasiswa menjadi sangat rentan terhadap pengaruh negatif. Jika kelompok sebayanya terdiri atas individu-individu yang berperilaku positif, tentunya tidak jadi masalah. Namun, jika kelompok sebaya adalah kelompok yang gemar melakukan hal negative, maka remaja akan sangat mudah terpengaruh untuk berperilaku serupa.
Untuk menghindari hal-hal ini, mahasiswa diharapkan lebih banyak menyibukkan diri dengan hal-hal yang berpengaruh positif karena mahasiswa adalah penerus bangsa ini dan arkeologi membutuhkan mahasiswa yang akan melanjutkan untuk melestarikan kebudayaan.

Itulah bahasan yang dapat saya berikan sebagai sumbangan pemikiran awal tentang pentingnya peranan arkeologi dalam pembangunan karakter bangsa. Tentu saja bahasan ini masih memerlukan pendalaman-pendalaman ke depan. Saya berharap pemaparan ini dapat mengingatkan kita akan betapa pentingnya penggalian dan aktualisasi nilai-nilai itu untuk kemudian ditanamkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kaitan tersebut, saya melihat beberapa jalur strategis yang perlu ditempuh atau ditingkatkan ke depan. Pertama, melakukan sosialisasi lewat berbagai bentuk media ke masyarakat luas. Kedua, memasukkan nilai-nilai budaya masa lampau dalam materi pendidikan karakter bangsa di semua tingkat pendidikan. Ketiga, menjalankan kepemimpinan yang dijiwai nilai-nilai itu dalam mengelola pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Dengan melakukan upaya-upaya tersebut di semua lini, kita sudah berada di jalur pembangunan karakter Indonesia yang sesungguhnya dan yang akan berujung pada kemajuan peradaban di masa kini dan di masa datang.
Di sinilah peran strategis arkeologi untuk kebangsaan: belajar dari masa lampau untuk memajukan bangsa yang berkarakter. Arkeologi yang memulai, arkeologi pula yang seyogyanya terus menyertai pembangunan karakter itu. Kondisi ini di satu pihak merupakan tantangan besar bagi para arkeolog untuk dapat menggali nilai-nilai kehidupan yang telah tergoreskan dalam sejarah kehidupan dan mensosialisasikannya kepada semua lapisan masyarakat. Di pihak lain, peran strategis itu kiranya mendapat perhatian yang semakin besar dari pemerintah dengan mendukung pengembangan penelitian ke depan, agar dapat meningkatkan kontribusi bagi kepentingan kebangsaan (ideologis), sebagaimana juga bagi kepentingan ilmu pengetahuan (akademis) dan kepentingan masyarakat (ekonomis).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar